kerajinan songket sidemen

Jalan-jalan Lestari Ke Sentra Kerajinan Tenun Songket di Sidemen Karangasem

Semenjak mengikuti kegiatan Inkubator Usaha Lestari dan sering melakukan penelitian tentang sustainable tourism, saya semakin mantap ingin menjadi seorang Eco Blogger dan mengambil peran dalam mengkampanyekan aktivitas wisata yang ramah lingkungan.

Disisi lain, saya juga ingin memberikan kontribusi untuk membantu komunitas lokal khususnya desa wisata agar lebih dikenal dan dikunjungi wisatawan. Salah satu langkah nyata yang saya lakukan adalah melakukan perjalanan lestari.

Ngomong-ngomong soal perjalanan lestari, apa sih yang terbesit dibenakmu tentang perjalanan lestari?

Yup! Perjalanan lestari adalah aktivitas wisata yang dilakukan ke destinasi wisata yang ramah lingkungan. Tidak hanya jalan-jalan ke alam, menikmati budaya lokal, tinggal di homestay atau mencicipi kuliner lokal juga termasuk perjalanan lestari lho!

Nah, kali ini saya mau ceritakan pengalaman jalan-jalan lestari yang saya lakukan beberapa bulan lalu bersama para Pendekar Lingkungan yaitu peserta Inkubator Usaha Lestari. Destinasi yang kami kunjungi adalah sentra Kerajinan Tenun Songket di Sidemen, Kecamatan Karangasem, Bali.

Apa sih yang menarik dari kerajinan tenun songket Sidemen dan dimana unsur ramah lingkungannya? Baca terus catatan perjalanan ini untuk mendapatkan keseluruhan insightnya ya!

Sekilas Tentang Kain Songket Sidemen

kain songket khas Sidemen

Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Bali merupakan daerah yang sangat terkenal dengan kerajinan tenunnya. Selain tenun endek, Sidemen juga memproduksi Kain Songket.

Kain Songket merupakan salah satu kearifan lokal Indonesia di bidang tekstil dan fashion. Kain yang memiliki motif yang indah dan mewah ini sudah berkembang sejak zaman kerajaan. Terkenal sebagai kainnya sultan, kain Songket dahulu memang hanya digunakan untuk pakaian raja dan bangsawan.

Kain Songket sendiri terkenal dengan harganya yang mahal, berkisar antara 1 – 8 juta/lembarnya. Hal tersebut dikarenakan proses pembuatannya yang rumit, membutuhkan kesabaran dan penuh ketelitian.

Bayangkan saja, untuk menghasilkan 1 lembar kain songket, penenun membutuhkan waktu sekitar 1 – 3 bulan tergantung dari lebarnya kain.

Seiring perkembangan zaman, kain tradisional ini pun digunakan untuk kepentingan fashion yang lebih bervariasi, seperti tas, masker, baju, dan dompet sehingga harganya akan jauh lebih terjangkau.

Keistimewaan Kain Songket Sidemen : Menggunakan Pewarnaan Alami!

Limbah tekstil berbasis kimia menjadi salah satu penyebab pencemaran air terbesar di dunia. Limbah cair terutama yang dihasilkan dari proses perwarnaan kain akan berdampak pada kualitas air dan terganggunya ekosistem perairan.

Ada 72 bahan kimia beracun dalam air yang berasal dari pewarnaan tekstil dan 30 di antaranya tidak pernah bisa dihilangkan. Bahan kimia itu akan terus bereaksi dan terus merusak kualitas air di sungai maupun laut. Oleh karenanya, penggunan warna-warna alami sangat dibutuhkan untuk mengatasi bahaya pencemaran air yang disebabkan oleh industri tekstil.

Inilah letak keistimewaan salah satu rumah produksi Kain Songket Sidemen, yaitu Fortuna Songket Sidemen yang kami kunjungi. Fortuna Songket Sidemen menggunakan bahan-bahan alami dalam proses perwarnaan kain.

kain tenun songket menggunakan pewarnaan alami

Adapun bahan-bahan alam yang digunakan adalah daun indigo untuk warna biru, daun ketapang untuk warna hitam dan hijau, daun secang untuk warna merah marun dan cokelat.

Kendati demikian, pewarnaan alami tentu saja memerlukan effort yang lebih pada proses pencelupuan warna agar bisa masuk ke serat-serat benang. Jika pewarnaan sintetis hanya memerlukan satu kali proses pencelupan, pewarnaan alami memerlukan 10 kali pencelupan agar bisa mencapai konsistensi warna yang diinginkan.

Namun dari segi kualitas dan ketahanan, tentu warna alami ini jauh lebih bagus dan tahan lama dibandingkan dengan warna sintetis. Disisi lain, penggunaan bahan alami ini juga lebih ramah lingkungan.

Proses Menenun Songket Menggunakan Alat-Alat Tradisional

Satu lagi keistimewaan Kain Tenun Songket khas Sidemen yang membuat saya semakin berdecak kagum. Alih-alih menggunakan mesin, sentra produksi kain songket di Sidemen masih menggunakan alat-alat yang 100% tradisional. Mulai dari proses pewarnaan, pembuatan benang lusi, memberi motif pada benang, sampai proses menenun menggunakan cara manual yang diwariskan secara turun temurun.

alat tenun cagcag adalah alat tenun songket khas Bali

Selain ada Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang digunakan dalam proses memotif, para penenun menggunakan alat tenun cacag yang digunakan untuk menenun benang menjadi lembaran kain. Alat tenun cacag ini memiliki kelebihan bisa dipindahkan dengan mudah, sehingga penenun bisa lebih dinamis ketika mencari tempat yang nyaman untuk menenun.

Saat field trip kami juga diberikan kesempatan belajar dan mencoba menenun menggunakan alat tenun tradisional. Setelah mencoba menenun beberapa kali, saya menyadari menenun ini benar-benar memerlukan ketelitian yang tinggi. Jika salah memasukan benang sekali saja, motif songketnya tidak akan terbentuk dengan baik. Jadi, wajar sekali jika kain songket ini dibanderol dengan harga yang lumayan fantatis.

belajar menenun di Fortuna Songket Sidemen dengan menggunakan alat tenun cagcag.

Selain Ramah Lingkungan, Kerajinan Songket Sidemen Juga Memberdayakan Ibu Rumah Tangga

Keterlibatan perempuan dalam sektor ekonomi bukanlah merupakan sesuatu yang baru. Meskipun perempuan biasanya dianggap memiliki kewajiban di sektor domestik rumah tangga saja, namun kenyataannya sumbangan mereka dalam ekonomi rumah tangga tidak dapat dipandang sebelah mata.

Sebut saja ibu-ibu rumah tangga di Desa Sidemen ini. Selain mengurus keluarga, ibu-ibu rumah tangga di Sidemen juga menekuni mata pencaharian sebagai penenun songket. Pekerjaan menenun dianggap lebih “cocok” untuk kaum perempuan daripada kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan tingkat kehati-hatian dan kesabaran yang tinggi.

Ibu-ibu rumah tangga di daerah Sidemen sudah menekuni pekerjaan menenun Songket sejak lama dan diwariskan secara turun temurun. Tidak ada sekolah atau lembaga tertentu yang mengajarkan keterampilan ini kepada generasi muda.

Keterampilan menenun diajarkan secara tradisional oleh keluarga perajin kepada anak perempuan mereka. Bahkan, diantara 6 penenun yang kami temui saat itu, ada yang sudah belajar menenun sejak usia 12 tahun.

Selain menjadi salah satu sumber penghasilan, tentu Kerajinan Tenun Songket ini menjadi aset budaya dan kearifan lokal yang sebisa mungkin harus tetap dilestarikan. Jangan sampai tergerus oleh pengaruh globalisasi dan digitalisasi yang semakin membuncah.

Jalan-jalan Lestari Menggunakan Green Transportation

Tidak bisa dipungkuri penggunaan kendaraan yang berlebihan tidak hanya menimbulkan kemacetan, tetapi juga menghasilkan polusi dan gas emisi yang berbahaya bagi lingkungan.

Bayangkan saja, UNEP menyatakan bahwa 6,5 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat paparan kualitas udara yang buruk. Selain itu, 70% kematian akibat pencemaran udara tersebut terjadi di Asia Pasifik termasuk di Indonesia. Sektor transportasi adalah sumber pencemaran yang utama di wilayah perkotaan.

Emisi kendaraan bermotor berkontribusi sebesar 70% terhadap pencemaran Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2) dan Partikulat (PM) di wilayah perkotaan.

Dengan demikian, menggunakan green transportation akan menjadi salah satu langkah yang tepat untuk berkontribusi dalam mengatasi perubahan iklim.

jalan-jalan lestari dengan green transportation

Nah, jalan-jalan lestari yang kami lakukan ini menggunakan transportasi ramah lingkungan yang berbahan bakar biodiesel dari hasil olahan minyak jelantah Green School.

Dengan menggunakan sarana transportasi yang ramah lingkungan, lengkap sudah jalan-jalan lestari yang kami lakukan ke sentra Kerajinan Tenun Songket di Sidemen, Karangasem.

Kesimpulan

Jalan-jalan lestari yang kami lakukan ini memberikan insight positif. Kegigihan para penenun membuat saya sangat terinspirasi dimana mereka benar-benar mengedepankan konsep Tripple Bottom Line (Profit, People, Planet).

Usaha lestari inilah yang menjadi salah satu cara berkontribusi untuk pemulihan bumi yang lebih baik. Melalui praktik ekonomi membumi, dampak negatif akibat eksploitasi alam yang berlebihan bukan tidak mungkin bisa teratasi dengan baik jika semua diantara kita bergandengan tangan, bahu membahu mengkampanyekan dan menyebarkan dampak ekonomi membumi.

Mari kita dukung kampanye ekonomi membumi dan terlibat dalam upaya pembangunan berkelanjutan!

Referensi :

  1. https://www.menlhk.go.id/site/single_post/4078/uji-emisi-kendaraan-sebagai-bentuk-kontribusi-masyarakat-terhadap-pengendalian-pencemaran-udara
  2. https://berandainspirasi.id/muda-berkarya-peran-fortuna-songket-sidemen-dalam-melestarikan-tenun-songket-yang-ramah-lingkungan/
  3. https://natih.net/kain-tenun-endek-khas-bali/